KHUTBAH IDUL ADHA 1431 H/ 2010 M

on Sabtu, 04 Desember 2010
MUSIBAH AKIBAT ULAH MANUSIA
بسم الله الرحمن الرحيم
Khutbah Pertama
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ أكْبَرُ 9 x لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ هُوَاللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَلِلّهِ اْلحَمْدُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
قَالَ تَعَالَى :         ••       (الروم 41:)
Hadirin jama’ah shalat Id yang dimuliakan Allah.
Idul adha tidak pernah terlepas dari sejarah sang kholilullah Ibrohim Alaihi Salam. Tidak pernah terbayang seandainya kita berdiri pada posisi Ibrahim, yang sejak awal pernikahannya dengan seseorang yang dia dambakan akan kelahiran buah hati dari rahimnya, namun sampai usianya yang senja, tidak juga dambaan belahan jiwa itu lahir. Namun ketika hatinya sudah tertambat padanya, tiba-tiba Sang pemberi buah dambaan hati memerintahkan untuk menyembelihnya. Ujian macam apa ini? Menyembelih buah hati belahan jiwa, mengorbankan anak sendiri? Beribu alasan untuk bisa menghindarkan diri dari perintah Allah sang pemberi ujian. Itulah kita. Itulah pribadi yang mengaku mengikuti dan selalu taat pada perintah Nya.
Manusia, Fitrah manusia memang tidak suka dengan yang buruk, yang tidak menyenangkan, yang diinginkan oleh setiap orang adalah sesuatu yang menyenangkan, menggembirakan, melegakan dan sebagainya. Tetapi tidak untuk Ibrahim. Dia tidak menurutkan nafsu cinta terhadap anaknya, manakala itu berbenturan dengan keinginan Tuhannya.
Sekali lagi, seolah kita sedang dipaksa untuk bisa menerima apa yang menjadi ketentuanNya. Ya, begitulah adanya. Karenaa nafsu selalu menyeret manusia untuk selalu menentang perintah Tuhannya. Dan jangan berharap kita menjadi sang pemenang jika kita menuruti nafsu dalam menentang Tuhan. إِنَّ الَنَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ
Paksaan, memang bukan jalan kita. Tapi itu juga bisa menjadi pahlawan. Ia seolah seperti sebuah pertempuran melawan nafsu dan ego iblis. Coba bayangkan jika tanpa paksaan. Berapa banyak di antara kita yang tidak terbiasa bangun malam untuk tahajjud dan qiyamullail? karena menurutkan nafsu tidurnya. berapa lama kita melewatkan hari-hari kita tanpa tilawah dan membaca Qur’an, mungkin sepekan atau sebulan, bahkan tidak sama sekali. Pada awalnya paksaan membuat jiwa payah dan lelah, Jasadnya lemah. Lalu terbiasa dan nikmat, Dan kemudian menghayati keikhlasan.
Begitulah Ibrahim yang awalnya mungkin terasa berat untuk menyembelih anaknya, sehingga mimpi itupun berulang sampai tiga kali. Kita juga masih ingat bahwa nabi pun pernah dipaksa oleh malaikat jibril untuk membaca hingga dia hampir kehilangan napas. ”aku tak bisa membaca.” begitu kata Muhammad, tapi jibril pun terus memaksanya. Muhammad masih mengatakan ”aku tak bisa membaca.” hingga jibril membimbingnya. Hingga yang ketiga kalinya Muhammad mampu membaca. Jibril telah memaksa. Muhammad seolah payah, jasadnya lemah keluar keringat dingin dari dahi dan seluruh tubuhnya. Tapi justru paksaan itu kembali hadir bertubi-tubi. Saat dia hangat dalam dekapan selimut disentak wahyu. Dia dipaksa untuk bangkit dari selimut, bangunlah, lalu berikan peringatan, dan Rabbmu agungkan, pakaianmu sucikan..
Manusia, dia memang diberi dua pilihan, mau menjadi baik atau sebaliknya. Mau beriman atau kafir. Mau taqwa atau durhaka? Kalau kita taat, Ibrohimlah contohnya. Di menjadi penghuni syurga abadi. Kalau kita memilih durhaka, begitu banyak contoh dalam sejarah. Yang jelas Allah sekali-kali tidak akan pernah mendholimi hambanya.
•    ••   ••   
"Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri."(Yunus 44)
Lihat bagaimana Allah menimpakan akibat yang dahsyat kepada manusia-manusia yang tidak mau taat dan patuh terhadap ketentuan dan syari’atnya.
Betapa contoh dalam sejarah berulang kali terjadi di depan mata kita. Disana ada kaum Nuh yang ditengelamkan kedalam gelombang air bah yang menggunung. Tidakkah Bani Israil sang pembangkang dijadikan monyet-monyet terkutuk. Bumi pun ikut ambil peran membalikkan diri meluluhlantakkan kaum Luth. Allah juga meniupkan angin topan puting beliung yang menyapu segala yang ada dihadapannya memporakporandakan kaum ’Aad. Dengarlah halilintar yang memekakkan telinga kaum Tsamud? Tidakkah ini menjadi i’tibar dan renungan yang patut kit
Kalau jalur durhaka yang kita jadikan pilihan, yakinlah tidak lama lagi kita akan mendapat giliran seperti saudara-saudara kita yang diluluhlantakkan oleh gelombang tsunami yang menggunung tanpa memberi ampun siapapun yang ada dihadapannya. Dua Puluhan ribu manusia yang harus kehilangan apa yang siang dan malam mereka perjuangkan untuk bisa hidup lebih layak dibakar hangus oleh lahar ganas merapi yang membara. Atau seperti Wasior, diseret-seret air guyuran hujan besar yang seharusnya menjadi rahmat lalu berubah menjadi adzab.
Sekarang kita harus segera sadar dan bangun dari tidur kita dan mulailah membangun mimpi indah bersama ketaatan kepada Allah. Baru-baru ini banjir yang meratakan Wasior di Papua bukanlah satu hal yang aneh, bila dilihat dari ketaatan penduduknya. Karena memang Papua adalah wilayah no 2 terbanyak setelah Surabaya, Jawa Timur yang terjangkit firus HIV dan AIDS, dan firus ganas itu penyebab utamanya adalah hubungan luar nikah dan narkoba. Surabaya yang menjadi peringkat pertama PSK dan pelacur terbanyakpun belum juga mendapat solusi untuk keluar dari lumpur Ganas LAPPINDO. Dan ternyata Djogjakarta yang dihanguskan oleh awan membara merapi adalah wilayah peringkat 2 PSK terbanyak. Menurut survei majalah nasional sabili, 70% pelajar SMA dan mahasiswi djogja tidak perawan lagi. Bahkan tingkat pembelian alat tes kehamilan banyak digunakan pelajar SMA. Mentawai pun mayoritas penduduknya adalah non muslim dan daerah ini akan dinobatkan sebagai daerah pariwisata pantai Bali ke dua. Dan masih banyak kedurhakaan yang lain yang tidak dapat dirilis oleh media terhadap wilayah-wilayah bencana.
        ••       
”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum : 41)
Marilah kita merenung sejenak dan menunggu bahkan mungkin bertanya pada diri sendiri, apakah kita harus menunggu giliran seperti apa yang ditimpakan di Wasior, Mentawai dan Djogjakarta?
Dahulu, ketika Fir’aun sang tiran yang congkak dan sombong dalam keadaan genting. Ketika tubuhnya tak berdaya menghadapi tamparan dan hempasan ombak yang menggulung bagai gunung yang melempar-lempar tubuhnya bak mainan. Ketika itu kejujuran dan kesadarannya terkuak. Kesombongannya hancur, kemunafikan dan kekebohongannya hilang. Ia pun mengaku beriman, ”Amantu bi Rabbi Musa wa Haarun.” aku beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun.
Disaat-saat sempit, ketika seorang merasa tidak berdayamenyelamatkan diri dari ancaman bahaya. Di saat manusia dibenturkan pada satu kondisi yang menghimpit. Keadaan yang sangat sulit, diantar sengal nafas kepayahan dan kecemasan. Di saat itulah kedekatan dan kepasrahannya semakin kuat kepada Allah.
Kita tak perlu mengalami hal seperti itu. Haruskah kita mengalami masa-masa sulit yang dilematis? Pernahkah kita sadar bahwa sebenarnya, sepanjang hidup, manusia selalu dalam keadaan yang mencekam. Selalu dalam musibah dan ujian. Bahkan hidup dan matinyapun ujian, sampai akhirnya dia memasuki surga Allah yang menawan.
            
”Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al-Mulk : 2)
Hidup dan mati itu ujian. Ujian untuk menentukan siapa yang paling baik amal perbuatannya. Ketergantungan kepada Allah harusnya tidak muncul hanya ketika seorang diuji oleh masalah berat. Masalah yang membuat kita tidak lagi berdaya dan terpuruk karenanya. Ibrahimlah teladan kita. Dia sanggup mengorbankan anaknya dami taat kepada Tuhannya. Ketaatannya itulah yang menjadikannya termasuk kedalam hambanya yang patut menjadi teladan bagi ummat Muhammad. Bukan taat saat dalam kadaan sulit. Bukan taat saat dalam kondisi menghimpit.
Ketenangan menghadapi kesulitan dan bencana. Itulah buah dari taat dan ketergantungan penuh kepada Allah. Ketika Musa dihadapkan pada kondisi yang genting. Dihadapannya membentang lauttan biru tak bertepi, sementara dibelakangnya terlihat kepulan debu kuda-kuda tentara fir’aun yang siap menyembelih habis leher-leher bani isroil. Sang nabi masih yakin mereka tidak akan mungkin bisa menyusul, ”Kalla Inna Ma’iya Rabbi Sa Yahdiin.” sekali-kali mereka tidak dapat menghancurkan kita. Tuhanku bersamaku dan Dialah yang akan memberiku petunjuk.
Kalau kita bersegara untuk bergantung kepada Allah maka suplai kekuatan dalam menghadapi segala kesulitanpun akan datang.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ .

0 komentar:

Posting Komentar